Artikel Blog

Gesrek

Pimpinan : Mimin
Kp. Komongan  Desa Pakenjeng Kecamatan Pamulihan Kabupaten Garut
 

Seni Gesrek disebut juga Seni Bubuang Pati (menarohkan nyawa).  Bila dikaji dengan teliti, Seni Gesrek dapat dikatakan juga bersifat religius. Dengan ilmu-ilmu,  mantra-mantra yang berasal dari ayat Al Qur’an kita bisa tahan pukulan, tidak mempan senjata tajam atau tidak mempan dibakar.

Demi keutuhan / mengasah ilmu yang dimiliki pemain Gesrek perlu mengadakan pemulihan keutuhan ilmu dengan jalan ngabungbang (kegiatan ketuhanan yang dilaksanakan tiap malam tanggal 14 Maulud) yaitu mengadakan mandi suci tujuh muara yang menghadap sebelah timur sambil mandi dibacakan mantra-mantra sampai selesai atas bantuan teman atau guru apabila masih ada. Jadi dengan adanya Seni Gesrek kegiatan ritual bisa dilaksanakan secara rutin untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan sesama penggemar seni Gesrek.     

Setelah terciptanya Seni Gesrek timbul gagasan dengan digabungkannya dengan seni Abah Jubleg suatu seni yang dikatakan Khowarikul adapt (diluar kebiasaan) karena Abah Jubleg dapat mengangkat benda yang beratnya lebih dari 1 (satu) kwintal dengan menggunakan kekuatan gigi, dapat mengubah kesadaran manusia menjadi tingkah laku binatang (Babagongan / Seseroan) memakan benda yang tidak biasa dimakan oleh manusia.

Demi menyukseskan Acara Seni Gesrek selain pemain golok yang terdiri dari 10 orang didukung oleh 4 sampai 7 orang tugasnya menyediakan peralatan yang diperlukan, menjaga kalau ada orang yang akan mengganggu suksesnya pementasan.

Adapun struktur penyajian seni Gesrek adalah sebagai berikut : Sehari sebelum pertunjukan dilaksanakan ketua seni menyediakan sasajen berupa kelapa muda, telur, rujak roti, rujak asam, rujak kelapa, pisang mas, nasi tumpeng dan cerutu. Peralatan yang diperlukan berupa golok, kayu, bambu dan arang.

Sesudah peralatan  tersedia, mulailah mantra-mantra dibacakan dengan mengharapkan keselamatan dari Yang Maha Kuasa, karena pertunjukan ini sangat membahayakan, istilahnya disebut seni bubuang pati (menaruhkan nyawa). Setelah pemimpin selesai berdo’a, dengan tiba-tiba seorang pemain masuk kedalam arena melakukan atraksi pencak silat, sedang asyik-asyiknya melakukan gerakan pencak silat tiba-tiba pemain tersebut kemasukan arwah (pamacan), mulutnya mengeluarkan suara yang menakutkan, mencakar-cakar lantai, mata terbelalak, memperlihatkan giginya yang runcing bagaikan harimau yang mau mencengkram. Gerakannya sangat gesit meloncat kekiri kanan mengaum seperti macan. Dengan adanya orang yang kemasukan arwah leluhur, pemain tidak merasa ragu-ragu lagi untuk melakukan atraksinya karena mereka beranggapan bila sudah ada orang yang kemasukan berarti arwah leluhurnya sudah berada disekitar tempat pertunjukan.  

Pemimpin gesrek segera membacakan doa-doa diharapkan agar arwah yang masuk kedalam tubuh pemain tadi segera keluar dan orang tersebut dapat sadar kembali.  Beberapa saat orang yang kemasukan sadar, lalu alat-alat yang telah dipersiapkan sebelumnya mulai dilemahkan. Golok yang tadinya tajam jadi tumpul, bambu yang keras jadi lunak.

Setelah semua peralatan dilemahkan alat musik mulai ditabuh mengiringi Sholawat Nabi. Setelah  dimulai atraksi-atraksi seperti menusukkan golok ke perut, ketangannya, memukul kepala dengan bambu berguling diatas bara api dan lain-lain. Pementasan gesrek itu sendiri baru berakhir sesuai dengan waktu yang diberikan bisa 1 jam bahkan kadang-kadang semalam suntuk sesuai dengan permintaan.