Pimpinan : Ade Dadang
Desa Sayang Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut
Menurut keterangan dari beberapa orang tokoh masyarakat seni, bahwa asal mula kesenian LAIS berdiri sejak jaman penjajahan Belanda tepatnya di Kampung Nangka Pait Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut.
LAIS diambil nama seseorang yang sangat terampil dalam hal memanjat pohon kelapa, ia bernama LAISAN yang sehari-harinya dipanggil Pak Lais. Caranya memanjat untuk memetik buah kelapa berlainan dengan kebanyakan orang. Untuk memanjat berpuluh-puluh kelapa ia cukup satu kali saja dan dipilihnya salah satu pohon yang letak satu sama lain berdekatan, setelah habis dipetiknya buah kelapa yang satu, ia menggelayun ke kelapa yang lain melalui pelepah daun yang berikutnya dan memetik rumpun buah kelapa yang lainnya.
Karena keahliannya itu setiap kali Pak Lais disuruh memetik kelapa ia selalu ditonton masyarakat sekelilingnya, terutama sekali anak-anak sambil menonton ia bersorak sorai, menari-nari sambil memukul-mukul benda yang ia bawa, seperti potongan-potongan bambu, kaleng, bekas tempurung dan lain-lainnya. Atas pemikiran beberapa orang tokoh seni di daerah itu agar keterampilan ini dapat dipertontonkan pada berbagai keramaian, mulai dari saat itulah diciptakannya seni tradisional Lais dan sebagai pengganti pohon/batang kelapa diambilnya dua buah bambu dengan ukuran panjang + 12 sampai dengan + 13 M dengan jarak satu sama lain 6 M, dan sebagai pengganti pelepah kelapa mempergunakan seutas tali atau tambang yang besar untuk bermain Pak Lais tersebut, kemudian untuk lebih menyemarakan atraksi tersebut sajiannya diiringi dengan berbagai tabuh-tabuhan seperti dogdog, terompet, gendang, kempul dan ditambah seorang bodor/lawak yang secara langsung berdialog dengan pemain Lais.
Kesenian LAIS adalah merupakan salah satu kelompok seni tradisional yang diiringi oleh tabuhan Reog dan Pencak Silat. Jumlah pemain Lais terdiri dari 9 (sembilan) orang diantaranya :
- Pemegang dogdog satu s/d dogdog empat
- Pemain lawak satu orang
- Pemain Lais satu orang
- Pemegang terompet
Adapun susunan penyajian Seni Lais adalah : sebelum pelais naik keatas terlebih dahulu reog dan lawak kemudian pelais naik keatas bambu yang telah disediakan dengan cara :
- Duduk diatas ujung bambu dengan membuka pakaian Kebaya.
- Berputar-putar.
- Telungkup.
- Jungkir balik.
- Tiduran diatas seutas tambang.
- Berjalan dengan tangan sebelah.
- Berputar-putar.
- Duduk.
- Berputar dengan sebelah kaki.
- Turun dari bambu dengan kepala kebawah dan.
- Permainan lainnya yang mempesona.
Masyratkat sekelilingnya, terutama sekali anak-anak sambil menonton ia bersorak sorai, menari-nari sambil memukul-mukul benda yang ia bawa, seperti potongan-potongan bamboo,kaleng bekas tempurung dan lain-lainnya. Atas pemikiran beberapa orang tokoh seni di daerah itu agar keterampilan ini dapat dipertontonkan pada berbagai keramain, mulai saat itulah seni tradisional lais tercipta, dan sebagi pengganti pohon/batang krlapa dipergunakanlah dua buah bambo dengan diameter sedang dan ukuran panjang ± 12 s.d. ± 13 meter dengan jarak satu sama lain 6 meter, dan sebagai pengganti pelepah kelapa mempergunakan seutas tali atau tambang yang besar untuk bermain pak lais tersebut, kemudian untuk lebih menyemarakan atraksi tersebut sajiannya diiringi dengan berbagai tabuh-tabuhan seperti dogdog, terompet, gendang, kempul dan ditambah seorang bodor/lawak yang secara langsung berdialog dengan pemain lais.
Kesenian lais merupakan salah satu kelompok seni tradisional yang diiringi oleh tabuhan reog dan pencak silat, dengan jumlah pemain lais terdiri dari 9 (Sembilan) orang diantaranya : dogdog 1 – dogdog 4 dipegang 2 orang pemain lawak satu orang, pemain lais satu orang, pemegang terompet, dan pemain lainnya sebagai tambahan atraksi : bubuang nyawa, Taraje Gobang dll.
Sebelum pemain Lais (pelais) naik keatas, di dahului reog dan lawak, barulah kemudian pelais naik keatas bambu yang telah disediakan, barulah menunjukan atraksinya. Seni tradisional lais ini selain sering diminta tampil pada kegiatan-kegiatan bersekala lokal di Kab. Garut juga acap kali diminta pihak provinsi untuk tampil dalam kegiatan bersekala regional dan nasional, selain tentunya tetap melayani permintaan masyarakat untuk memeriahkan acara khitanan maupun perkawinan di kampung – kampung. Untuk pertunjukan penuh, biasanya seni tradisional Lais ini menampilkan juga seni kekebalan yang mereka sebut “Bubuang nyawa” dengan bentuk atraksi : Taraje Gobang, menggantungkan diri dengan posisi perut pada tajamnya golok, makan “caruluk” (buah pohon nira) yang dalam kondisi normal terkena pada kulit saja gatalnya luar biasa, makan jarum jahit dengan benangnya namun ketika dikeluarkan benangnya sudah masuk ke dalam jarum jahitnya dll.
Begitu sekilas mengenai keberadaan Seni Lais, Seni atraksi yang merupakan warisan budaya leluhur Garut.