Artikel Blog

NYIMBUT /NGULAMBU/NGAWARING

Tempat dan Tanggal Laporan Karya Budaya

Tempat: Desa Cijambe Kec. Cikelet

Tanggal:   21  September  2013

Sejarah Singkat Karya budaya

Istilah Nyimbut berasal dari kata dasar simbut dalam bahasa sunda yang artinya selimut atau selembar kain yang lebar untuk menghangatkan badan terutama di waktu tidur. Nah, di desa Cikelet dan Cijambe Kecamatan Cikelet, simbut ini tidak hanya digunakan untuk menghangatkan tubuh. Tetapi juga digunakan untuk menangkap ikan di sungai (detail tekniknya akan diuraikan pada Deskripsi Singkat Mata Budaya). Tehnik ini sangat memungkinkan diterapkan, karena desa Cikelet dan desa Cijambe itu dipisahkan oleh aliran sungai Cipasarangan. Sebuah sungai besar berbatu yang bermuara di laut selatan.

Tidak diketahui dengan pasti, siapa yang pertama kali menciptakan teknik menangkap ikan ini. Yang pasti, pada tahun 80-an hingga 90-an, tehnik ini sangat populer dan banyak dilakukan oleh masyarakat di desa Cikelet, Cijambe, dan sekitarnya. Konon, teknik ini diciptakan untuk mengganti atau menghilangkan teknik menangkap ikan semacam nua (menggunakan racun yang terbuat dari buah tua), mortas (menggunakan racun buatan yang disebut portas), dan nyetrum (menggunakan arus lisrik dari aki) yang dulu sempat marak dilakukan oleh masyarakat. Disinyalir teknik-teknik tersebut bisa mengganggu kestabilan ekosistem sungai. Selain nyimbut, ada teknik sejenis dalam menangkap ikan di sungai, yakni ngulambu. Istilah ini diambil dari bahan yang digunakan, yakni kulambu atau kelambu. Kain tipis dan agak jarang (semacam kasa) yang digunakan untuk mencegah nyamuk masuk ke area tempat tidur. Kain tersebut dibentuk seperti limas segitiga dan diberi batang berbentuk segitiga (biasanya terbuat dari rotan atau bambu) yang disebut lengke. Masyarakat menyebutnya waring.

Kategori Karya budaya

pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, termasuk pengetahuan tradisional, kearifan lokal, pengobatan tradisional

Deskripsi Singkat Karya budaya yang dilaporkan saat ini

Nyimbut adalah salah satu teknik menangkap ikan di sungai yang berkembang dan pernah populer di kecamatan Cikelet terutama Desa Cikelet dan Desa Cijambe ini harus dilakukan secara bergotong royong. Biasanya dilakukan oleh satu keluarga besar, atau satu lingkungan warga, atau satu kelompok warga. Mereka harus bekerja sama, mulai dari menyiapkan bahan, memasang perangkap ikan, menggiring ikan, membongkar perangkap, hingga membagi hasil. Ikan-ikan hasil tangkapannya biasanya dibagi rata atau juga dimasak dan dimakan bersama di sarakan (pinggir sungai). Untuk mengadakan nyimbut, yang harus disiapkan antara lain adalah selembar kain lebar, kurang lebih seukuran selimut atau seprei (kadang menggunakan selimut tipis atau seprei). Biasanya menggunakan kain berwarna putih polos. Selanjutnya harus disiapkan juga beberapa batang pancuh, semacam pasak bambu sepanjang 50 cm, dan beberapa batang pelepah daun kelapa dan pelepah daun pisang.Pelaku nyimbut harus pandai menentukan lokasi untuk memasang simbut. Untuk itu, ia harus mengenal urat cai, yakni arah dan bentuk arus aliran sungai. Harus bisa memilih arus yang paling banyak dilalui atau dihuni ikan. Setelah mendapat tempat yang cocok, proses pertama adalah menyiapkan tempat. Area yang dipilih, dibersihkan dari batuan yang agak besar. Dasarnya dibuat rata. Kemudian dibuat semacam bendungan kecil, untuk menahan arus air supaya tidak menderas di area simbut. Setelah areanya siap, hamparkan simbut di dasar sungai, kemudian timbuni bagian tengahnya dengan batu. Pinggiran kain simbut, di beberapa titik (kiri, kanan, dan atas/belakang) dipasangi pancuh. Bagian depannya dibiarkan terbuka. Kemudian, tambahkan batu ke dalam simbut hingga penuh, susun sedemikian rupa. Proses berikutnya, adalah membuat semacam benteng dari sudut kiri depan dan kanan depan, hingga ke pinggiran sungai. Bentengnya dibuat dengan batu dan diberi daun-daun pisang atau daun lainnya.

Setelah proses pemasangan simbut selesai, proses selanjutnya adalah ngagiringkeun, yakni proses menggiring ikan dari hilir hingga ke lokasi simbut Jaraknya sekitar 15-20 meter dari posisi simbut sambil membawa pelepah daun kelapa, para penggiring membuat satu shaft barisan, dan bergerak perlahan, sambil membongkar setiap batu yang dilewati. Terus bergerak perlahan, hingga tiba di bagian depan simbut yang terbuka. Kemudian, para pengiring mengambil tempat di sekeliling simbut, lalu bersama-sama membongkar batu-batu yang ada di dalam simbut, juga pancuh di sekeliling simbut. Jangan lupa untuk memegang pinggiran kain, jangan sampai lepas. Dengan perlahan-lahan dan hati-hati, satu persatu batu dibongkar, sampai habis. Semakin banyak batu terangkat, semakin tinggi juga pinggiran kain terangkat. Setelah semua batu habis dibongkar, ikan-ikan terperangkap di dalam simbut. Simbut dikerut, lalu dibawa ke pinggir sungai untuk memeriksa dan membagikan hasil tangkapan.Jika yang mengadakan nyimbut itu satu keluarga besar, biasanya hasil tangkapannya dimasak dan dimakan bersama di pinggir sungai. Dikenal dengan istilah papayoran atau  papasakan atau botram. Dengan kegiatan ini, terbukti mampu mempererat tali silaturahim, persaudaraan, dan kekeluargaan. Jika hasilnya dibagikan, biasanya dibagikan merata kepada semua yang ikut nyimbut. Termasuk jatah atau bagian untuk simbut yang tentunya menjadi hak pemilik simbut. Terasa kental sekali nuansa keadilannya.

Kondisi Karya budaya Saat ini

Sudah berkurang

Upaya Pelestarian/Promosi Karya budaya selama ini

Belum ada upaya untuk pelestarian/promosi karya budaya ybs

Menurut guru/maestro, komunitas atau perseorangan pemangku karya budaya, bagaimana cara-cara terbaik (Best Practices) untuk melestarikan dan mengembangkan karya budaya yang bersangkutan?

Dibina secara teratur dan diberi kesempatan seluas-luasnya serta Dipromosikan secara aktif oleh Pemda sebagai warisan budaya.

Diberi subsidi atau dana pembinaan.