Artikel Blog

Rengkong

Pimpinan : Bapak Juned
Kp. Citeureup Desa Sirna Bhakti Kec. Pameungpeuk
Kabupaten Garut
 

Rengkong sebenarnya lebih merupakan atraksi ketimbang seni. Entah kapan dimulainya kegiatan atraksi tradisional rengkong ini yang jelas munculnya adalah tatkala musim panen berlangsung, saat panen padi di sawah, atau di huma biasanya, serta panen kelapa. Maklum bahwa keberadaan rengkong dijumpai diantara masyarakat pesisir pantai selatan Garut.

Kesenian rengkong ditimbulkan dari bunyi batang bambu pemikul (rancatan) yang bergesekan dengan tali pengikat kelapa yang di gantungkan, atau jika yang di bawa padi maka bunyi gemercik butir-butir padi bergesekan satu sama lain hingga menimbulkan bunyi yang kemudian dibuat berirama oleh para pemain yang waktu kejadiannya adalah para petani. Bunyi-bunyian ini biasanya dimainkan oleh + 40 orang pemain dan akan lebih semarak jika pemikul/pemainnya lebih banyak lagi.

Dahulu, setiap tiba saat panen besar, para petani akan mengarak padi hasil panen dari sawah hingga ke leuit (lumbung). Hasil panen dipikul dengan pikulan yang terbuat dari satu ruas bambu utuh, dan digantung dengan bilah-bilah bambu yang dibentuk sedemikian rupa. Pada saat mengarak hasil panen, pikulan digoyang–goyang, sehingga menimbulkan bunyi-bunyian yang unik dan bervariasi. Untuk menambah semarak bebunyian itu, biasanya diiringi dengan permainan alat musik terebang dan suara beluk atau juga Sholawatan.

Setelah padi di panen, padi diikat dengan tali yang terbuat dari bambu awi (awi tali).Dalam bahasa Sunda padi itu dipangkek. Selesai dipangkek, kemudian ditumpuk membentuk pyramid, letaknya tidak jauh dari dangau (saung sawah).

Untuk mengangkut ke rumah leuit memerlukan alat pemikul  yang  disebut  angguk (pikulan yang terbuat dari sebatang bambu), di ujung pangkalnya dibuat lekukan-lekukan yang melingkar digunakan untuk tali pemikul salang.

Apabila orang memikul berjalan atau bergerak, maka lekukan angguk dengan tali tersebut akan terjadi pergeseran sehingga menimbulkan suara. Jenis kesenian ini masyarakat menyebutnya Rengkong.

 

Rengkong yang ada sekarang fungsinya bukan untuk kegiatan panen lagi melainkan hanya sebatas seni helaran (arak-arakan) sebagai hiburan saja, hal itu karena sudah tidak ada lagi panen besar. Masing-masing pemilik sawah, menentukan waktu panen sendiri-sendiri. Tidak bersamaan seperti dulu. Lagi pula, para pemilik sawah tidak lagi menyimpan padinya di lumbung, melainkan langsung dibawa ke heuler-an dan diproses sampai menjadi beras, kemudian dijual. Bahkan tidak sedikit yang menjual padinya ke bandar ketika masih di sawah.

Selain dipakai untuk arak-arakan, fungsi seni rengkong bisa juga dipergunakan untuk perayaan Khitanan, Perkawinan atau perayaan hari besar lainnya.

RENGKONG

Tempat dan Tanggal Laporan Karya Budaya

Tempat  : Kp.Citeureup, Desa Sirnabakti, Kec.Pameungpeuk,Kab.Garut

Tanggal :     25  September  2013
Sejarah Singkat Karya budaya 

Seni Rengkong adalah sebuah bentuk kesenian yang lahir dari kebiasan masyarakat di daerah Pameungpeuk yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani. Dulu, jauh sebelum ada kendaraan angkutan seperti mobil, motor dan lain sebagainya, masyarakat menggunakan rancatan (dalam bahasa sunda artinya sejenis pikulan) sebagai alat untuk mengangkut hasil-hasil pertanian dari sawah, kebun ataupun huma (ladang) menuju ke leuit atau tempat penyimpanan. Rancatan atau pikulan yang digunakan terbuat dari satu batang bambu utuh (masyarakat menyebutnya awi golondongan).

Ketika digunakan untuk memikul hasil-hasil pertanian (seperti singkong, pisang, kelapa, padi, dan sebagainya), pergesekan bambu dengan tali (orang sunda menyebutnya salang) pengikat hasil pertanian itu mengeluarkan bunyi yang unik. Apalagi jika yang memikul itu terdiri dari beberapa orang dan berjalan beriringan, pikulan itu akan menghasilkan bunyi-bunyian lebih ramai dan bervariasi, tergantung besarnya bambu dan beratnya benda yang dibawa.Hal itu berlangsung terus menerus setiap kali panen tiba. Para pengangkut bekerja dengan pikulannya sambil bercanda, terkadang sambil ngahariring (bernyanyi) diiringi bunyi-bunyian unik dari pikulannya. Sampai akhirnya menjadi sesuatu yang mentradisi. Entah kapan dan siapa yang memprakarsainya, kebiasaan masyarakat petani itu bertransformasi menjadi sebuah bentuk kesenian yang cukup unik, yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan seni rengkong.

Rengkong sendiri adalah rancatan atau pikulan yang digunakan untuk mengangkut hasil pertanian. Biasanya terbuat dari bambu jenis gombong (dalam bahasa sunda disebut awi gombong). Seiring perkembangan zaman, alat pikul bambu mulai tergeser oleh sepeda, motor bahkan mobil. Rengkong sudah jarang digunakan. Maka, kesenian itu pun nyaris terkubur oleh kemajuan zaman. Namun beruntung ada yang berinisiatif (entah siapa) menghidupkan kembali seni rengkong, sehingga kesenian tersebut masih bisa dinikmati hingga sekarang
Kategori Karya budaya 

seni pertunjukan, termasuk  seni visual, seni teater, seni suara, seni tari, seni  musik, film
Deskripsi Singkat Karya budaya yang dilaporkan saat ini

Seni Rengkong adalah kesenian khas dari masyarakat agraris. Kesenian ini lahir dari kebiasaan masyarakat mengangkut hasil pertaniannya dengan menggunakan alat pikul yang terbuat dari bambu yang biasa disebut rancatan atau rengkong.

Rengkong biasanya terbuat dari batang bambu utuh (awi golondongan atau bambu gelondongan) jenis gombong. Hasil-hasil pertanian yang akan diangkut, seperti pisang, padi, singkong, dan lain-lain, diikat dengan tali pengikat yang disebut salang, dan digantung di kedua ujung bambu. Ketika para pemikul berjalan atau bergerak, pergesekan antara tali pengikat dengan batang bambu rengkong menimbulkan bunyi-bunyian unik. Semakin aktif si pemikul bergerak, bunyinya semakin nyaring dan ramai. Apalagi jika pemikulnya ada bebarapa orang dan bergerak lincah bersamaan. Bunyi-bunyian yang ditimbulkan seolah memiliki daya magis yang bisa mengundang semua orang untuk ikut bergerak mengikiti irama bunyi-bunyian.

Pada awalnya, kesenian ini hanya digelar pada saat masa panen raya. Namun sekarang kesenian ini bisa dinikmati dalam berbagai kegiatan seperti peringatan hari-hari besar, karnaval budaya, atau event-event budaya lainnya. Paling tidak, setiap pergelaran Gebyar Budaya Garut Festival, dalam peringatan hari jadi kota Garut, kesenian rengkong selalu diundang untuk ikut serta meramaikan kegiatannya.
Kondisi Karya budaya Saat ini

Masih bertahan
Upaya Pelestarian/Promosi Karya budaya selama ini 

Promosi langsung, promosi lisan (mulut ke mulut)
Menurut guru/maestro, komunitas atau perseorangan pemangku karya budaya,   bagaimana cara-cara terbaik (Best Practices) untuk melestarikan dan mengembangkan karya budaya yang bersangkutan? 

-Kesenian rengkong agar sering dipentaskan Pada Acara Kenegaraan.