Artikel Blog

SASAKALA CILAUTEUREUN

Tempat dan Tanggal Laporan Karya Budaya

Tempat: Desa Mancagahar Kec. Pameungpeuk

Tanggal:   23  September  2013
Sejarah Singkat Karya budaya 

Konon, Keyan Santang pernah mendirikan sebuah negara/kerajaan Islam yang pusatnya di Gunung Nagara. Karena penduduknya sangat banyak, maka kerajaan itu dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :

  1. Kerajaan Pakuan yang bertempat di Gunung Nagara,
  2. Kerajaan Dayeuhhandap yang bertempat di kaki Gunung Nagara (sekarang menjadi Cisompet),
  3. Kerajaan Bones, wilayahnya mencakup desa Pameungpeuk sekarang, hingga ke sungai Cikarang Desa Cikelet.

Kerajaan Bones diserahkan kepada putranya, Geusan Ulun Suryadiningrat. Kerajaan ini terbilang makmur. Rakyatnya hidup sejahtera. Hal ini dikarenakan kerajaan ini memiliki alam yang subur, dengan sumber air yang berlimpah dari sebuah sungai besar bernama Ci Mandalakasih, yang membelah wilayah kerajaan Bones.Pada suatu hari Prabu Geusan Ulun memanggil istrinya, Nyi Dewi Lenggang Kencana, beserta tiga orang putranya, Arbawisesa, Sangga buana, dan Bratakusumah, untuk menyampaikan sebuah wasiat. Wasiat itu berisi keinginan Prabu Geusan Ulun untuk tidak dikebumikan di kerajaan Bones jika ia wafat kelak. Ia ingin jasadnya dihanyutkan di sungai menggunakan rakit bambu. Di manapun rakit tersebut berhenti, di sanalah ia ingin dikuburkan. Wasiat lainnya, jika mangkat kelak, Prabu Geusan Ulun menyerahkan kerajaan kepada putra pertama, Arbawisesa.

Tidak lama berselang, Prabu Geusan Ulun meninggal. Arbawisesa bersama ibu dan adik-adiknya pun bermaksud menjalankan wasiat sang ayah. Dibuatlah sebuah rakit bambu. Jasad Prabu Geusan Ulun pun ditempatkan di atasnya, disertai dengan kukusan (pendupaan). Kemudian rakit tersebut dihanyutkan di sungai Ci Mandalakasih. Sungai ini mengalir ke arah Barat, melewti kampung Nangoh, Kubang, Pabuaran, hingga akhirnya bermuara di laut. Sementara rakit mengapung dibawa arus air Ci Mandalakasih, Arbawisesa bersama adik-adiknya dan para ponggawa kerajaan, berjalan menyusuri pinggiran sungai, mengikuti pergerakan rakit. Di satu tempat, sebuah leuwi (sungai yang airnya dalam), tidak jauh dari curug (air terjun) Sayang Heulang, rakit itu berhenti. Padahal tidak ada sesuatu apapun yang menghalanginya. Maka Arbawisesa pun memutuskan untuk menguburkan jasad ayahnya di daerah tersebut. Diperintahkannya para ponggawa untuk menyiapkan pemakaman di sebuah tempat yang agak tinggi, di atas curug Sayang Heulang. Setelah selesai melaksanakan upacara pemakaman, Arbawisesa mengumpulkan para ponggawa di pinggir sungai, kemudian berkata, “Ti mimiti ayeuna, ieu wahangan urang aranan Ci Lauteureun. Pikeun pangéling-éling eureunna rakit nu mawa jasad Rama Prabu Geusan Ulun. Isuk jaganing géto, di ieu wewengkon bakal ngadeg leuit salawé jajar, saban jajarna aya salawé leuit, saban leuit dieusian salawé caéng.”Sejak saat itu, sungai tersebut dikenal dengan nama Sungai Ci Lauteureun, hingga sekarang. Sementara ramalan Arbawisesa, dikenal sebagai Uga Cilauteureun. Konon, jika ramalan tersebut terbukti (entah kapan) wilayah Garut Selatan akan menjadi wilayah yang sangat subur makmur.
Kategori Karya budaya 

tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana  warisan budaya tak benda, termasuk cerita rakyat, naskah kuno, permainan tradisional
Deskripsi Singkat Karya budaya yang dilaporkan saat ini

Sasakala Cilauteureun ini merupakan Cerita Rakyat yang disampaikan secara lisan, turun temurun dari para orangtua kepada anak-anaknya. Namun sayang, semakin ke sini, pewarisannya semakin berkurang. Bahkan nyaris tidak ada lagi yang mengetahui cerita ini. Mengenai kebenaran fakta sejarahnya, memang masih perlu dikaji dan diteliti lagi. Karena cerita ini bersifat cerita lisan yang disampaikan lintas generasi hanya secara lisan dari mulut ke mulut.
Kondisi Karya budaya Saat ini

Sudah berkurang
Upaya Pelestarian/Promosi Karya budaya selama ini 

Belum ada upaya untuk pelestarian/promosi karya budaya ybs
Menurut guru/maestro, komunitas atau perseorangan pemangku karya budaya,   bagaimana cara-cara terbaik (Best Practices) untuk melestarikan dan mengembangkan karya budaya yang bersangkutan?

Perlu dicatat, didokumentasikan dalam bentuk tertulis, agar bisa dibaca dan diketahui oleh generasi-generasi yang akan datang. Bila perlu disampaikan di sekolah-sekolah.