Tempat dan Tanggal Laporan Karya Budaya
Tempat: Kp. Dukuh, Desa Ciroyom, Kec. Cikelet, Kab. Garut
Tanggal: 17 September 2013
Sejarah Singkat Karya budaya
Pada abad ke 17 Bupati Sumedang Rangga Gempol II berada di bawah kekuasaan Kasultanan Mataram, beliau menghadap sultan Mataram, mengajukan permohonan agar sultan mataram menunjuk penghulu / Kepala urusan agama di sumedang. Oleh Sultan Mataram disampaikan bahwa penghulu tersebut sesungguhnya ada di wilayah pedesaan pasundan, dijumpai seorang pemimpin sebuah pesantren bernama Syekh Abdul Jalil.
Syekh Abdul Jalil bersedia menjadi penghulu dengan mengajukan syarat sebagai berikut : tidak boleh melanggar hukum syara seperti membunuh, merampok, mencuri, berzina dan tidak boleh ada pelacuran, bila yarat-syarat tersebut tidak diindahkan maka keduudukan penghulu agama akan diletakkan,selama dua belas tahun aturan-aturan tersebut tidak ada yang melanggar.
Ketika Syekh Abdul Jalil melaksanakan haji ke tanah suci, Sumedang kedatanga utusan dari Banten yang menyarankan agar Sumedang tidak tunduk dan memberi upeti pada Mataram, Rangga Gempol II marah dan mengusir utusan Banten tersebut, kemudian di tengah perjalanan/ di Parakan Muncang utusan banten tersebut dibunuh oleh utusan Rangga Gempol.
Peristiwa pembunuhan tersebut diketahui oleh Syekh Abdul Jalil sekembali dari tanah Suci Mekah, maka beliau lalu meletakkan jabatannya sebagai penghulu/ kepala agama serta pergi melalnglang buana mencari tempat yang nyaman untuk berdakwah/menyebarkan agam islam. Disetiap tempat yang disinggahi belaiau selalu bertafakur mohon petunjuk kepada ALLOH SWT agar memperoleh tempat yang cocok dan tenang untuk beribadah dan mengajarkan/menyebarkan agam islam.
Pada tanggal 12 tahun alif (tidak ada petunjuk yang pasti tentang tahun) setalah selesai tafakur beliau memperoleh petunjuk dengan melihat cahaya di langit sebesar pohon aren yang bergerak ke suatu arah yang kemudian diikutinya hingga berhenti di di suatu daerah antara sungai Cimangke dan Cipasarangan, daerah tersebut telah dihuni oleh Ki Kebon dan Ni Kebon yang bernama Aki dan Nini Candradiwangsa.
Akhirnya rumah Nini dan Aki Candra serta ladang di daerah tersebut diberikan kepada Syekh Abdul Jalil dan saat ini tanah tersebut dikenal sebagai Tanah Larangan. Sedangkan Nini dan Aki Candra kembali ke daerah asalnya di Cidamar Cidaun di Cianjur Selatan, namun di tengah perjalananya aki dan nini tersebut ingin belajar agama dari Syekh Abdul Jalil dan hendak kembali lagi menghadap Syekh Abdul Jalil untuk belajar agama islam, akan tetapi masudnya tidak terwujud karena diperjalan menuju rumah Syekh Abdul Jalil mereka meninggal dunia.
Kategori Karya budaya
tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya tak benda, termasuk cerita rakyat, naskah kuno, permainan tradisional
Deskripsi Singkat Karya budaya yang dilaporkan saat ini
Tanah larangan merupakan bagian dari wilayah Kampung Dukuh yang terletak di Dukuh dalam, dikelilingi oleh pagar bamboo dan tanaman, jumlah bangunan rumah di tenah tersebut tidak bertambah, pola kehidupan dan tradisi masih dipertahankan dengan baik.
Tanah larangan adalah tanah yang memiliki aturan khusus dari para leluhur terdahulu untuk menempatinya/memasukinya, tanah larangan disebut juga sebagai tanah keramat . Ditanah ini masih dipertahankan peraturan-peraturan yang telah diwariskan oleh para leluhur misalnya;
• kayu/pepohonan yang terdapat di tanah larangan tidak boleh ditebang, walaupun sudah tumbang tidak boleh di tebang dan dikeluarkan dari tanah tersebut;
• tidak diperbolehkanmenjulurkan kaki kearah makam keramat;
• tidak boleh makan sambil berdiri;
• tidak boleh menggunakan barang-barang elektrnik;
• tidak boleh membangun rumah yang lebih bagus dari tetangganya.
Di dalam area tanah tersebut terdapat dua masjid, untuk perempuan dan lali-laki. Untuk kegiatan mandi, mencuci dan keperluan buang hajat sehari-hari masyarakat menggunakan jamban umum.
Warga sekitar sangat menjunjung tinggi semua aturan yang telah dilestarikan turun temurun, disamping untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan akibat melanggar larangan tersebut, juga untuk melestarikan dan menjunjung tinggi kearifan para leluhur/nenek moyang disana serta mengemban amanah dari para leluhur.
Kondisi Karya budaya Saat ini
Masih bertahan
Upaya Pelestarian/Promosi Karya budaya selama ini
Promosi langsung, promosi lisan (mulut ke mulut)
Menurut guru/maestro, komunitas atau perseorangan pemangku karya budaya, bagaimana cara-cara terbaik (Best Practices) untuk melestarikan dan mengembangkan karya budaya yang bersangkutan?
Agar keberadaan “TANAH LARANGAN” tetap dilestarikan/dipertahankan di Kampung Keramat Dukuh dengan tetap memelihara ekosistem serta melestarikan tanaman keras ditempat tersebut.